I. Inspirasi Suatu Pengantar
Saat ini saya melihat bahwa pemikiran loyalty marketing telah memasuki fase kelima, yakni loyalitas yang bersumber pada antusiasme-spritualisme. Perkembangan pemikiran kelima ini terjadi karena banyaknya tawaran yang menggoda (temptation) pelanggan. Di luar
Dengan demikian, tidak cukup bagi perusahaan sekarang jika hanya mencoba mengunci loyalitas pelanggan dengan menawarkan produk yang paling convenience, paling berkualitas, paling murah, paling unik, arau bahkan paling experiental. Perusahaan sekarang dituntut untuk bisa mengunci pelanggan dalam dataran yang lebih dalam, bukan hanya mind-nya, bukan pula heart-nya, melainkan spirit-nya. Jika bisa masuk kesana yang terbentuk akan tahan lama karena bersumber dari keyakinan (belief).
Anda tahu, produk apa yang mempunyai loyalitas tertinggi sampai sekarang ? tidak lain adalah agama. Mengapa ? karena agama adalah sumbernya keyakinan. Bayangkan jika pelanggan kita bisa meyakini sebuah produk sedalam dia meyakini kebenaran agamanya. Pasti loyalitas yang bakal terbentuk sangat kuat!
Namun sebelum masuk kesana, saya akan mengupas sedikit konsep klasik loyalitas pelanggan . Pertama, dari pemikiran yang menyatakan bahwa loyalitas pelanggan identik dengan kepuasan pelanggan. Artinya, untuk membuat pelanggan bertahan, kita cukup membuatnya puas. Kedua, pemikiran yang menyatakan bahwa untuk membangun loyalitas pelanggan, paling penting adalah meretensi pelangan. Ketiga, pemikiran yang menyatakan bahwa untuk menciptakan loyalitas pelanggan, perusahaan harus proaktif jangan menunggu sampai pelanggan hilang atau pindah ke pesaing, dan kalau perlu, pelanggan potensial yang telah pindah ke pesaing ditarik kembali (winback). Keempat, pemikiran yang menyatakan bahwa loyalitas pelanggan tidak harus selalu diukur dari keinginan membeli ulang, tetapi lebih pada tingkat antusiasme menyebarkan berita baik, mereferensikan, dan merekomendasikan pemakaian produk kepada orang lain.
Era Pertama Kepusaan Pelanggan. Tesis para pemikir loyalty marketing pada era ioni adalah jika perusahaan bisa memberikan servis yang melebihi ekspektasi pelangan, maka pelanggan pasti akan puas. Dan pelanggan yang puas pasti akan mempunyai tingkat loyalitas yang tinggi terhadap produk dibandingkan dengan pelanggan yang tidak puas. Pendapat ini sangat logis sekali bukan ?
Dari ratusan buku yang mengupas kepuasan pelanggan, dua buku yang dianggap paling berpengaruh dan mewakili pemikiran era pertama ini adalah Delivering Quality service (1990) yang ditulis oleh parasuraman, Leonard Berry dan valerie Zeithaml, dan service profit chain (1997) yang ditulis James Heskett, Earl Saser, dan Leonard A. Sclesinger.
Konsep Leonar
Poin penting konsep ini untuk loyalty marketing adalah bahwa harapan pelanggan cenderung akan semakin tinggi seiring dengan semakin banyaknya “kabar baik” yang didengar dari orang lain (word of mouth), semakin bertambahnya pengalaman mengonsumsi produk yang lebih bagus (past experience), kebutuhan yang semakin meningkat (personal needs), dan janji manis yang diiklankan media (external communication)
Perusahaan yang tidak bisa mengerem laju harpan pelanggan disatu sisi, dan di sisi lain tidak bisa meningkatkan kualitas servisnya, akan semakin ditinggalkan pelanggannya karena kesenjangan antara harapan dan kenyataan bertambah besar.
Oleh karena itu, perusahaan harus bisa mengelola harapan pelanggan, jangan sampai di atas atau di bawah tingkat servis yang diberikan perusahaan. Karena poin satu sampai tiga adalah faktor eksternal-tidak bisa dikontrol-maka satu-satunya jalur untuk mengelola ekspektasi pelanggan adalah melalui external communication. Yakni jangan menjanjikan tingkat produk dan servis yang di luar kemampuan !
Pelajaran yang kita petik dari konsep service profit chain unutk loyalty marketing adalah “Loyalitas pelanggan hanya akan tercipta jika karyawan mempunyai antusiasme tinggi dalam melayani pelanggan”. Dan antusiame karyawan tidak akan tercipta jika perusahaan tidak bisa menciptakan kenyamanan kerja dan menyediakan infrastruktur yang cukup. Jika kepuasan internalnya jelek, produktifvitas servisnya pasti juga jelek, yang ujung-ujungnya akan menurunkan kadar loyalitas pelanggan.
Banyak faktor yang menyebabkan pelanggan berpindah selain karena kepuasan pelanggan. Antara lain karena pergeseran kebutuhan dan keinginan pelanggan sendiri, halangan demografik dan psikografik, dan sebagainya. Puluhan riset telah membuktikan bahwa korelasi antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan terbukti kecil. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan loyalitas pelanggan yang beyond customer satisfaction !
Era kedua : Retensi Pelanggan. Era retensi lebih maju daripada loyalitas pelanggan, saya tidak menyarankan anda untuk meninggalkan atau tidak menggunakan sistem kepuasan pelanggan tetapi sekarang ini kepuasan pelangga sudah menjadi hal yang umum yang harus diterapkan suatu perusahaan atau bisa dibalang Customer satisfaction is only basic !!!, tetapi jika anda tidak bisa mencapai kinerja dasar di atas anda juga salah. Minimal, anda harus bisa masuk sepuluh besar perusahaan yang memberikan kinerja servis terbaik di industri, baru kita bicara mengenai loyalitas pelanggan di fase yang lebih tinggi.
Dalam era kedua, perusahaan lebih fokus pada upaya mempertahankan jumlah pelanggan yang telah ada dengan meminimalkan jumlah pelanggan yang hilang. Dari berbagai riset, juga ditemukan bukti bahwa biaya akuisisi pelanggan baru semakin hari semakin mahal dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan pelanggan yang telah ada. Di samping itu, pelanggan yang hilang cenderung akan menjadi “teroris” bagi perusahaan karena menyebarkan berita buruk kepad sepuluh sampai lima belas pelanggan lain, jika tidak dikelola dengan baik.
Guru besar loyalty marketing adalah Fredich Reichheld (2001). Di dalam bukunya Loyalty Rules, untuk yang pertama kalinya mengatakan bahwa sebetulnya loyalitas bukanlah masalah kepuasan, melainkan lebih pada kemampuan untuk mempertahankan pelanggan yang ada, dan pembelian ulang (repeat purchase) bukanlah ukuran yang sahih untuk menilai kepuasan seseorang. Sebab, boleh jadi pelanggan membeli berulang-ulang produk yang sama tetapi tidak pernah puas dengan produk tersebur, semata-mata karena tidak ada pilihan produk lain.
Bagusnya, Reichheld tidak hanya menjelaskan konsepnya, teteapi juga memberikan panduan implementasi meyusun loyalty program yang baik. Dia menyarankan enam hal :
- Usahakan tidak ada yang kalah (play win-win) dalam pelaksanaan program loyalitas pelanggan.
- Jangan semua orang bisa menjadi members, (be picky), dan jika telah menjadi members, sebaiknya stratanya dibedakan menurut tingkatannya – misalnya silver dan gold – karena pelanggan yang loyal biasanya tidak suka jika disamakan dengan pelanggan “biasa”.
- Usahakan program loyalitas pelanggan sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami (keep it simple) dan tidak membutuhkan pemahaman yang rumit.
- Jangan sembarangan dalam memberikan reward, hanya transaksi yang mebawa hasil yang mendapatkan poin reward (reward the right result)
- Usahakan untuk selalu mendengarkan kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan bantuan CRM, kemudian berhati-hati ketika menjanjikan sesuatu (listen hard, talk straight)
- Komunikasikan dulu manfaat kepada pelanggan sebelum mengajaknya bergabung (preach what you practice)
Dalam konsep loyalty marketing, loyalitas tidak hanya diukur dari lama pelanggan tinggal (retensi), tetapi juga dari persentase uang pelanggan yang dibelanjakan untuk membeli produk perusahaan relatif terhadap produk pesaing, yang biasa disebut dengan customer share atau wallet share. Singkatnya, pelanggan yang paling loyal adalah pelanggan paling lama “bersama” perusahaan dan membeli produk kita lebih banyak.
Pendapat tentang pentingnya customer share, bukan hanya market share, ini dikemukakan oleh Tom Osenton dalam bukunya, Customer Share Marketing. Menurut Tom osenton, market share adalah penjumlahan dari customer share. Pelajaran yang dapat diambil dari konsep Tom Osenton adalah perusahaan harus memaksimalkan perolehan pendapatan dari pelanggan loyal dengan cross selling.
Namun, untuk mendorong pelanggan mau supaya menggunakan produk lebih banyak ada syaratnya, yakni minta izin dulu.
Apakah mereka mau menerima informasi produk yang akan kita perkenalkan ataukah tidak. Prinsip ini disebut permission marketing. Broadcast sms atau broadcast email ke semua orang tanpa meminta permisi terlebih dahulu haram diterapkan, kata Tom Osenton.
Oleh karena itu, CRM memiliki posisi strategis dalam program ini karena pemasar tidak bisa menembak semua pelanggan dengan satu pesan yang seragam, tetapi harus personalized. Osenton juga mengingatkan kita supaya berhati-hati mengirim pesan kepada pelanggan. Informasi yang disebar haruslah sesuatu yang diinginkan (requested), relevan (relevant), dan berarti (respectful)
Guru ketiga dan keempat loyalty marketing (2002) adalah Brian Woolf dan Jill Griffin. Keduanya memiliki pemikiran yang hampir sama. Brian woolf memberikan checklist bahwa agar program loyalitas pelanggan berjalan sukses, perusahaan harus menjaga komitmen-sekali berjanji ke pelanggan harus dipenuhi (commitment), mendesain program loyalitas yang unik dan menarik (differentiation) tetapi sederhana (simplicity), dan mudah mengikuti tuntutan lingkungan bisnis (flexibilty), serta dapat diukur efektivitas dan efisiensinya (measurement). Juga harus disediakan reward-reward yang secara psikologi “masuk” dan menarik bagi pelanggan.
Jill Griffin dalam bukunya Customer Loyalty (2002) melengkapi pemikiran loyalitas pelanggan dengan memberikan pemahaman bahwa loyalitas pelanggan tidak bisa dibentuk dalam sesaat, tetapi harus dipupuk sejak awal-dari mulai pelanggan belum mencoba produk (suspect dan prospect), kemudian membeli produk pertama kalinya (firs-time customer), membeli produk untuk kedua kalinya (repeat customer), dan akhirnya menjadi pelanggan yang loyal (client atau advocate). Pendapat ini menarik karena sebelumnya, loyalitas markeitn hanya diidentikkan dengan loyalty program yang dilakukan sebagai bagian dari after sales service.
Jill Griffin dengan pintarnya memberikan pemahaman kepada kita bahwa loyalty marketing harus masuk ke marketing strategy.
Percuma saja loyalty program didesain sebaik mungkin jika dalam proses penyaringan suspect ke prospect telah keliru.
Era Ketiga : Migrasi Pelanggan. Pada era ketiga, semua guru loyalitas pelanggan sepakat bahwa mempertahankan pelanggan yang telah ada jauh lebih menguntungkan daripada membiarkannya hilang. Kemudian mencari pelanggan baru sebagai gantinya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui indikasi kepindahan seorang pelanggan sehingga perusahaan bisa menyiapkan perlakuan khusus untuk mencegah migrasi.
Pada zaman yang penuh godaan ini, rasanya tidak ada satupun program loyalitas pelanggan yang bisa menahan laju migrasi pelanggan yang bisa menahan laju migrasi pelanggan. Oleh karena itu, tantangan selanjutnya bagi loyalty marketing adalah mencegah persentase migrasi pelanggan dengan cara mengenali perilaku yang menjadi indikasinya, dan menarik kembali pelanggan-pelanggan potensial yang telah pindah ke pesaing. Inilah yang disebut dengan Jill Griffin dan Michael Lowenstein sebagai customer winback strategy dalam bukunya Customer Winback : How to Recapture and keep Them Loyal (2001).
Sebagaimana terhadap pacar, suami/istri, kita tentunya akan mempertahankan pacar, suami/istri kita yang “berpotensi” memberikan kebahagiaan lahir dan batin di masa depan. Kalau pacar, suami/istri kita sampai direbut pria/wanita lain, kita akan mati-matian berusaha merebutnya kembali karena kita yakin dia sangat berharga untuk dipertahankan.
Demikian juga pelanggan: bagi perusahaan, pelanggan potensial adalah tambang emas. Jika pelanggan yang menguntungkan ini coba direbut pesaing, perusahaan harus mempertahankannya mati-matian. Bahkan sampai pindah ke pesaing sekalipun, perusahaan harus berusaha menarik kembali dengan segala cara. Ini karena : biaya menarik kembali pelanggan yang hilang masih lebih rendah daripada biaya mencari pelanggan baru. Hasil riset juga menunjukkan bahwa tingkat kesuksesan menarik kembali pelanggan yang pindah berkisar antara 20% sampai 40%. Hitung-hitungan customer life time value akan menentukan konklusi apakah pelanggan akan dipertahankan, dibiarkan lepas sesaat, lalu ditarik kembali ataukah dibiarkan hilang selamanya.
McKinsey, konsultan manajemen asal Amerika Serikat, memberikan saran untuk bisa mengelola customer migration, perusahaan harus melakukan tiga hal :
- Fokuslah pada customer migratiion, jangan hanya customer defection – perhatikan at-risk customer jangan sampai pelanggan yang potensial hilang.
- Untuk mereka yang bergerak di industri bisnis ke konsumer (B2C), milikilah CRM sehingga tingkat hubungan dengan pelanggan bisa dimonitor. Sedangkan bagi perusahaan yang bergerak di industri bisnis ke bisnis (B2B), amatilah dengan sensitif perilaku klien yang menjadi pertanda kepindahannya.
- Gunakan alat atau teknologi yang bisa menangkap setiap peluang dengan kustomisasi.
Namun pertanyaannya, “apakah selalu pelanggan yang pindah termasuk tidak loyal ? jangan-jangan ia pindah karena tidak lagi butuh atau karena sulit baginya untuk menjangkau suatu produk ?”
Era keempat : Antusiame Pelanggan. Pemikiran loyalty marketing era keempat cukup berbeda dengan tiga pemikiran sebelumnya. Intinya mencoba menjawab mengapa perpindahan pelangan terus terjadi meski pelanggan telah puas dengan produk dan servis yang diberikan perusahaan dan bahkan dengan program loyalitas yang disediakan perusahaan. Pada satu titik, perpindahan pelanggan memang harus terjadi karena suatu hal, meskipun pelanggan mengaku puas dan loyal terhadap produk.
Ini bukti bahwa jumlah dan frekuensi pembelian ulang bukanlah satu-satunya ukuran loyalitas pelanggan. Bahkan jika hanya berdasarkan dua ukuran ini, pemahaman akan loyalitas pelanggan bisa keliru-yakni hanya dalam dataran transaksional semata. Inti loyalitas pelanggan bersifat emosional dan bukan fungsional, yakni seberapa dalam pelanggan merasakan koneksi dengan produk.
Inilah inti yang dibicarakan Ben Mc Conneld dan jackie Huba dalam bukunya Creating Customer Evangelist (2003) yang menjadi buku pedoman pemikiran loyalitas era empat. Ukuran koneksi emosi antara pelanggan dan produk adalah referensi dan rekomendasi, dan itulah ukuran paling sahih dari loyalitas pelanggan. Sejauh pelanggan mau mereferensikan dan merekomendasikan sebuah brand atau merek kepada orang lain, maka selama itu pula ia termasuk pelanggan loyal.
Era Kelima : Spiritualitas Pelanggan. Jika tadi di era keempat loyalitas pelanggan telah bergerak dari transaksional ke emosional, pada era kelima (5) loyalitas pelanggan akan masuk ke area spritualitas pelanggan. Loyalitas tidak hanya berada dalam pikiran (mind)-mengingat dan menggunakan produk, dalam hati (heart), mereferensikan dan merekomendasikan pemakaian pada orang lain – tetapi juga telah menjadi bagian dari diri pelanggan seutuhnya (spirit). Rasanya, tanpa memakai produk yang dicintainya pelanggan tidak bisa hidup.
Jika sebuah produk (baca:brand) telah berhasil masuk area spiritualitas pelanggan, bisa dipastikan sustainabilitasnya akan terjaga karena produk telah menjadi bagian dari jati diri pelanggan (what i am), bukan hanya bagian dari simbol sosial semata (what i feel). Dengan kata lain, produk telah menjadi milik pribadi pelanggan, bukan milik perusahaan lagi. Pelangganlah yang akan menjaga produk, mempertahankan eksistensinya mati-matian karena jika produk mati, dia juga akan “menderita”
Pada akhirnya, tidak masalah jumlah pelanggan anda kecil, tetapi yang penting memiliki antusiasme yang paling penting secara spiritual. Itu yang akan menjaga bisnis anda tak lekang oleh zaman.
II. Step I of Retention : Know Your Customer Well
Banyak perusahaan yang tidak mendapatkan untung setelah meluncurkan program loyalitas karena tidak memerhatikan rambu-rambu yang telah diberitahukan para pemikir loyalitas pelangan.
Nah, sekarang saya akan melanjutkan dengan membahas aspek strategi dari loyalitas pelangan terutama cara mengenali perilaku satu per satu dengan bantuan sistem CRM, sehingga perusahaan bisa menyusun program loyalitas pelanggan yang pas untuk tiap-tiap segment pelanggan.
Poin ini ppenting karena dari beberapa perusahaan yang telah mengimplemetasikan sistem CRM, yang mengaku tidak mersakan dampak CRM pada kinerjanya. Padahal, biaya investasi untuk CRM terhitung besar, ternyat kebanyakan CRM gagal karena hanya bekerja samapi di tingkat data atau informasi, belum bisa menjadi pengetahuan yang membantu dalam pengambilan keputusan strategis.
Mengetahui siapa itu customer itu sangat penting untuk mendesain program retention yang nantinya dapat pas dan mengena bagi pelanggan sehingga target dari retensi ini yaitu untuk mendapatkan loyalitas pelanggan dan menambah revenue bagi perusahaan dapat tercapai dengan efisien. Analisis untuk perusahaan yang bergerak di dalam industri jasa seperti Star One, yang bergerak di dalam industri jasa telekomunikasi yang menjalankan mekanisme bisnis ke konsumer (B2C) dapat melakukan atau menerapkan sistem RFS (Recency, Frequency dan Spending) untuk mengelompokkan dan mengetahui aktivitas konsumen terhadap produk kartu star one.
Tantangan terbesar dalam melakukan analisis pelanggan di industri bisnis ke konsumer adalah jumlah data yang sangat besar. Oleh karena itu, diperlukan pengelompokan pelanggan ke dalam strata-strata itu, perusahaan bisa menetapkan jenis kampanye pemasaran yang paling cocok untuk mendorong peningkatan konsumsi dan loyalitas pelanggan.
Program retensi dan pemasaran untuk pelanggan-pelanggan yang membeli produk sangat sering, tetapi dengan jumlah sedikit, harus dibedakan dengan kampanye pemasaran atau program retensi untuk pelanggan-pelanggan yang membeli dalam jumlah besar.
Langkah dari pengelompokan RFS adalah mengurutkan pelanggan menurut keterkiniannya, frekuensi dan jumlah pembelian atau isi ulang pulsa serta besarnya tagihan setiap bulannya.
III. Raih Loyalitas dengan best servis
Jika ditanya, apa keunggulan bersaing yang mempunyai daya tahan paling lama, dengan tegas saya akan menjawab servis. Sebab, servis tidak mudah ditiru apalagi dibeli karena melibatkan unsur orang (people), teknologi (technology), dan modal (capital). Modal barangkali bisa dicari, teknologi juga bisa dibeli tetapi tidak demikian halnya dengan kompetensi orang dalam servis. Servis membutuhkan dukungan orang-orang yang mempunyai passion of service yang tidak bisa dibangun dalam tempo sesaat. Servis sangat manjur dijadikan senjata untuk memenangi persaingan di pasar yang sedang didera arus komoditasi produk. Fitur produk bisa sama, teknologi bisa serupa, tetapi servis harus berbeda sehingga produk tetap memiliki keunikan jika dibandingkan dengan produk pesaing.
Oleh karena itu, posisi servis dalam loyalty marketing adalah sebagai pendorong terjadinya pembelian ulang (repeat purchase), berpasangan dengan brand dan process. Antara brand, service dan process saling terkait satu sama lain. Tanpa dukungan servis yang baik, tidak mungkin kita bisa membangun brand tanpa process yang baik. Tidak mungkin tercipta kulaitas servis yang prima. Pengembangan servis harus masuk dalam program loyalitas pelanggan di mana pelanggan dilayani dan mendapatkan reward sesuai dengan stratanya. Reward merupakan bentuk penghargaan perusahaan terhadap komitmen pelangan yang telah mau membeli produknya. Program loyalitas pelanggan juga merupakan bentuk nyata dari servis karena tidak semua pelanggan bisa memaknai servis yang sifatnya intangible. Dengan reward yang diterima secara nyata, pelanggan lebih bisa merasakan bentuk nyata dari servis dan nilai berhubungan dengan perusahaan karena dia bisa menghitung keuntungan apa yang akan didapat jika berhububgan terus dengan perusahaan, demikian juga sebaliknya jika dia memutuskan hubungan.
IV. Garis Besar Program Retensi untuk Mencapai Loyalitas Pelanggan
Secara umum program retensi untuj mencapai loyalitas pelanggan bagi perusahaan yang bergerak di dalam mekanisme bisnis ke konsumen (B2C) mempunyai tiga bentuk yaitu :
- Menggunakan poin sebagai basis reward (the power points )
- Menggunakan sistem diskon langsung (two - ier/multi – tier pricing)
- Berdasarkan pada kualifikasi pelanggan terbaik (best customer marketing) – hanya pelanggan yang memenuhi kriteria yang berhak mendapatkan reward.
The Power Point. Dari tiga bentuk program loyalitas pelanggan untuk pelanggan di B2C, power point paling banyak dipakai.
Dalam power point, untuk mendapatkan satu poin, pelanggan diwajibkan melakukan transaksi dalam jumlah minimal tertentu, misalnya satu poin untuk setiap kelipatan lima puluh ribu. Setelah terkumpul poin dapat ditukarkan dengan hadiah menarik yang khusus disediakan perusahaan. Poin yang ditukarkan inilah yang nantinya akan dihitung sebagai pengeluaran program loyalitas pelanggan oleh perusahaan.
Poin bisa diibaratkan uang sehingga perusahaan harus bisa mengontrol jumlah poin yang dikeluarkan. Namun jangan juga terlalu khawatir akan rugi karena menurut penelitian hanya sekitar 40% pelanggan yang mengambil poinnya (redemption). Bahkan sebagian besar pelanggan tidak sadar bahwa ia memiliki poin.
Mengapa sistem power point banyak digunakan? Karena fleksibilitasnya. Poin mudah disimpan oleh pelanggan, biasanya dalam sebuah kartu, sehingga tidak mudah hilang dan fleksibel dibelanjakan kapan saja. Poin ini akan berfungsi semacam voucher yang bisa ditukarkan dengan hadiah tertentu atau sebagai kartu diskon belanja.
Power point juga banyak dipilih perusahaan karena tidak menimbulkan efek yang negatif pada brand meskipun esensi dari power points sebenarnya mirip dengan price discount. Dengan memberikan poin sebagai pengurang harga produk, pelanggan tidak akan memersepsikan program power point sama dengan program price discount karena pelanggan merasa berhak mendapatkan sejumlah poin tertentu dari pembeliannya, tidak diberikan begitu saja.
Dalam perkembangan paling baru, sistem power point ini bisa dibuat customized sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Two – Tier (Multi – Tier) Pricing. Bahasa gampangnya adalah diskon. Jadi, dengan memberikan kartu anggota dengan sistem two-tier pricing, setiap pelanggan yang memegang kartu akan mendapatkan potongan langsung dalam persentase tertentu diatas produk yang dibelinya.
sistem two-tier pricing efektif karena konsepnya mudah dan sederhana sehingga pelanggan antusias menggunakannya. Berbeda dengan sistem power point yang harus menunggu redemption period tertentu, sistem two-tier pricing tidak mengenal kesenjangan waktu alias bisa langsung dieksekusi pada saat produk dibeli. Dengan serangkaian keunggulan ini efek kenaikan volume penjualan pasca-sistem sistem two-tier pricing dijalankan perusahaan lebih besar jika dibandingkan dengan kenaikan volume penjualan pasca-program power point.
Best Customer Marketing. Sistem power point dan sistem two-tier pricing cenderung menyasar semua orang. Artinya, setiap pelanggan yang mempunyai kartu bisa mendapatkan poin atau potongan harga. Sedangkan sistem best customer marketing tidak demikian – reward hanya diberikan kepada pelanggan yang memberikan keuntungan terbesar pada perusahaan, baik ditinjau dari segi kuantitas volume pembelian (spending) frekuensi pembelian (frequency), maupun pembelian terakhir (recency)
Sistem best customer marketing fokus menyasar pelanggan yang berbelanja paling banyak (tinggi secara recency, frequency, dan spending). Tentu saja hal ini dilakukan setelah perusahaan menghitung berapa biaya untuk mengubah pelanggan yang “biasa-biasa saja” menjadi pelanggan yang secara RFS tinggi. Lebih baik perusahaan fokus untuk meningkatkan loyalitas pelanggan yang sudah benar-benar teruji dan menguntungkan dalam jangka panjang.
Apa kriteria pelanggan masuk dalam best customers? Ada beberapa kriteria, antara lain membeli paling banyakl, tidak pernah pindah ke pesaing, mengunjungi toko atau membeli paling sering, membeli produk dengan harga sedikit lebih tinggi daripada harga rata-rata (tidak pernah menawar) sehingga memberikan marjin keuntungan lebih besar, membeli produk lain lebih banyak (cross selling), dan tidak menyedot biaya servis dan proses yang tinggi (tidak terlalu banyak menuntut)
Sistem best customer marketing yang telah umum dan paling sederhana adalah dengan membagi kartu loyalitas pelanggan menjadi tiga yaitu silver, gold dan platinum.
Program loyalitas pelanggan untuk setiap pemegang kartu pun dibedakan, tentunya dengan memberikan program dan manfaat lebih besar bagi para pemegang kartu platinum (premium) daripada kartu silver (biasa)
V. Customer Relationship Management : Mengoptimalkan pelanggan loyal
Posisi Customer Relationship Management (CRM) dalam loyalty marketing sangat krusial, khususnya dalam membantu perusahaan menciptakan produk dan servis yang customized dan personalized.
Analisis RFS tidak akan bekerja jika tidak didukung oleh sistem CRM yang kuat. Apalagi pada industri B2C yang jumlah pelanggannya mencapai ribuan. Meskipun demikian, CRM hanyalah perangkat keras yang menghasilkan data-tingkatan yang paling rendah dari pengetahuan. Untuk bisa mengubah data menjadi informasi dan kemudian menjadi knowledge, dibutuhkan analisis.
Banyak perusahaan yang hanya menggunakan CRM sebagai sistem data base. Segala hal yang berhubungan dengan pelanggan dicatat-tanggal bergabung, hari ulang tahun, pekerjaan, status perkawinan, hobi dan sebagainya. Lalu dengan bantuan data ini, para account executive bisa “terkesan” customer centric – memanggil dengan nama, mengucapkan selamat ulang tahun, menyakan kabar anggota keluarga, dan sebagainya.
Pertanyaannya, apakah CRM hanya sebatas dipakai seperti itu – dipakai untuk mengetahui ulang tahun pelanggan lalu mengucapkan selamat.
Kalaupun perusahaan anda sekarang hanya menggunakan CRM untuk sekadar memberikan sedikit perhatian bagi pelanggan dengan harapan akan muncul simpati, itu tidak salah, tetapi tidak optimal. Mengapa? Karena investasi CRM yang bernilai besar bisa dipergunakan jauh melabihi fungsi sebagai alat bantu untuk memberikan perhatian kecil kepada pelanggan. CRM bisa dipakai untuk menjalin “hubungan intim” dengan pelanggan dan kemudian mengantarkan produk yang memiliki differensiasi selaras dengan kebutuhan dan keinginannya.
Untuk mencapai tujuan itu, CRM harus bisa dipakai untuk mendukung proses IDIC – Identify, Differentiate, Interact dan Customized
Membedakan pelanggan menurut nilainya bertujuan untuk mengukur sejauh mana keuntungan total yang didapat perusahaan apabial melanjutkan transaksi dengan pelanggan pada masa yang akan datang. Alat ukurnya ada dua : interaksi dan transaksi.
Pada implementasi CRM tingkat lanjut, sistem bisa dipakai untuk mengenal karakter pelanggan ketika berbisnis dengan kita, juga bisa membantu perusahaan mengenal pelanggan sebagai individu.
Tanpa bisa menawarkan produk dan servis yang unuk, loyalitas pelanggan akan menjadi mimpi di siang hari.
VI. Contoh Konsep Program Retensi Bagi Star One
a. Buka Bersama Bareng Star One Community
Program retensi buka bersama bareng star one community intinya untuk meningkatkan loyalitas pelanggan pemakai pasca bayar star one dan pra bayar jagoan di wilayah
b. Belanja Murah Pake SMS Star One
Konsep kegiatan retensi ini adalah bertujuan untuk memudahkan pelanggan untuk mendapatkan informasi tentang harga perlatan elektornik dan dapat melakukan transaksi ataupun deal penawaran melalui sms.
Pihak perusahaan dalam hal ini star one dapat melakukan kerjasama dengan toko elektronik dalam hal penerbitan katalog dan harga yang akan disebarkan dan diinformasikan kepada pelanggan yang berminat.
Pelanggan yang berminat membeli dan dan ingin menawar dapat melalui layanan sms yang nomornya telah disediakan oleh pihak perusahaan. Dan setrelah terjadi deal akan dihunbungkan dengan pihak toko tersebut.
c. Program SMS ku berhadiah dari Star One
Program SMS ku berhadiah ini dapat dilakukan menurut atau disesuaikan dengan hari besar keagamaan misalnya idul fitri, natal, tahun baru, bahkan valentine.
Pelanggan star one mengirimkan sms dengan kalimat yang paling attraktif dan menarik yang akan diseleksi oleh tim star one dimana sms yang paling atraktif mendapatkan hadiah.
Dari program ini perusahaan mendapatkan revenue dari banyak sms yang dikirim hadiah disesuaikan dengan besarnya share yang diestimasikan dari berlangsungnya program ini.
d. Star One Hang Out Bareng
Konsep program star one hang out bareng ini adalah dengan memberikan kesempatan bagi pelanggan star one untuk hang out bareng dengan artis di tempat wisata lokal atau tempat hiburan lokal setempat.
Kegiatan ini diadakan dengan mekanisme undian dimana pelanggan mengikuti undian ini dengan mengirimkan sms sebanyak-banyaknya setiap sms yang dikirimkan akan mendapatkan satu nomor undian yang berhak diikutkan dalam undian.
d. Star One Point Surprise
star one point surprise ini mempunyai konsep dimana pelanggan mengumpulkan point sebanyak-banyaknya yang dapat ditukarkan dengan hadiah langsung jika poin terpenuhi atau dapat ditukarkan dengan voucher belanja jika poin tertentu sudah dicapai oleh pelanggan dan voucher ini dapat dibelanjakan di merchant-merchant yang sudah mempunyai kerjasama dengan star one atau resto kafe ataupun bioskop dan toko buku setempat. Voucher juga bisa berupa voucher pulsa isi ulang star one jika hal itu memungkinkan.
Poin-poin ini didapatkan pelanggan dengan mengisi ulang pulsa dengan nominal tertentunya mendapatkan satu poin dan berlaku kelipatannya atau point juga dapat diperoleh jika membayar tagihan telepon dengan nominal tertentu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
e. Voucher Internet
Program voucher internet ini ditujukan bagi pelanggan yang mengambil paket internet star one dimana setiap membayar tagihan sebesar tertentu mendapatkan voucher internet di warnet yang bekerjasama dengan star one
f. Program internet mudah dengan star one
Konsep program ini dapat dijalankan apabila pihak star one bekerjasama dengan resto atau temapt hang out dan kemudian mengadakan layanan internet melalui portal star one dimana pelanggan dapat membeli vouchernya di booth star oen di resto itu.
Kegiatan ini juga dapat dilakukan sebagai sosialisasi cepatnya dan mudahnya akses internet dengan star one.
g. Star One Premium Community
Star one premium community adalah komunitas yang diperuntukkan bagi pelanggan yang memberikan spending dan arpu yang besar bagi perusahaan yang dapat dilihat melalui jumlah besarnya tagihan yang dibayarkan.
Kegiatan ini berfungsi memelihara loyalitas pelanggan kakap yang memberikan kontribusi besar bagi perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar